Bahkan ada isu yang mengejutkan beredar baik di media sosial, online dan media lainnya, Pemerintah resmi melarang pembelian LPG 3 kilogram di warung atau pengecer mulai 1 Februari 2025. Kini, pembelian gas melon tersebut hanya bisa dilakukan di pangkalan saja.
Menurut Entis Sumantri Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2023, yang mengatur bahwa hanya subpenyalur dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang diperbolehkan menjual LPG 3 kilogram," ungkapnya.
Lanjut Entis Sumantri Ketua Bidang ESDM HMI Badko Jabodetabeka Banten, mengatakan hal ini akan membuat masyarakat semakin sulit dan susah bahkan akan berdampak besar bagi masyarakat, ketika keputusan kementerian ini di terapkan apalagi jika melihat kepelosok-pelosok desa di setiap kabupaten/kota.
Bahkan di beberapa wilayah kabupaten/kota salah satunya Tangerang ada informasi yang kami dapatkan ada seorang ibu yang mengantri gas LPG 3 kilogram di pangkalan hingga meninggal dunia.
Entis Sumantri mengatakan, "coba kita bayangkan jika kelangkaan ini terjadi lalu harus membeli gas ke setiap pangkalan, bagaimana dengan nasib ibu hamil, dan ibu-ibu yang mempunyai balita maka ini akan beresiko tinggi terjadi. Karena di setiap pelosok perkampungan itu jauh akses untuk menuju pangkalan tersebut, coba lah pemerintah harus pakai hati nuraninya bahwa kita sebagai manusia yang harus bisa memanusiakan lainnya, khususnya rakyat Indonesia," bebernya kepada media.
Dirinya mendesak kepada Kementerian ESDM harus bertanggungjawab terhadap gejolak LPG 3 kilogram ini jangan hanya isapan jempol semata terhadap kinerja Pimpinan Republik ini.
"Janganlah, kementerian membuat kebijakan asal tanpa akal, karena akan berdampak luas kepada masyarakat yang ada di Indonesia khususnya di wilayah Jabodetabeka Banten. Kami sebagai Agent Sosial Control sekaligus organisasi perjuangan akan ada terus pada barisan rakyat, menjadi garda terdepan di tengah kesulitan masyarakat, itulah salah satu tugas dan kewajiban kami sebagai Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kami meminta kepada Kementerian ESDM agar memberikan penjelasan secara mendetail, bahkan sampai ke publik persoalan yang terjadi saat ini," tambahnya.
Entis berharap kepada pemerintah agar persoalan kelangkaan gas 3 kilogram ini untuk memberikan penjelasan dan sosialisasikan tahapannya, jangan menimbulkan kegaduhan bahkan menimbulkan adanya korban jiwa, menurutnya perbuatan seperti itu sangat dzolim kepada rakyat kecil.
"Segera buatkan edaran yang rasional yang dapat di terima oleh semua pihak masyarakat Indonesia karena persolaan terkait LPG 3 kilogram ini, jelas ini adalah hal yang mendasar kebutuhan yang primer bagi masyarakat apabila terbatas bahkan di warung- warung tidak di ecerkan maka ini hal yang sangat dzholim dilakukan, apalagi mengingat sebentar lagi menginjak bulan suci Ramadhan," tutur Entis Sumantri.
HMI Jabodetabeka Banten mendorong Presiden Republik Indonesia dan Kementerian ESDM RI agar memperketat sistem pengawasannya bahkan membentuk team pengawasan yang terpisah dari pemerintah daerah kabupaten/kota, di buat khusus agar bisa fokus dalam pengawasan terhadap gas LPG yang ada di Indonesia.
Senada dengan pernyataan Entis, Ketua Bidang KPP HMI Badko Jabodetabeka Banten M. Agus Thoib menyampaikan kelangkaan gas LPG 3 kilogram ini bukan hanya meresahkan dapur masyarakat, bahkan untuk mendapatkannya harus mencari gas dengan jarak 1 - 3 kilometer demi keluarga untuk bisa makan saja.
Di sisi lain berdampak juga terhadap para pedagang UMKM yang sebelumnya berjualan gas namun sekarang merasa dirugikan. Ini menjadi signal yang aneh karena tanpa penjelasan dan sosialisasi yang konkrit ke tingkat bawah.
"Hal yang terjadi pada saat ini bisa saja hanya sebagai pengalihan isu besar yang berada di wilayah Kabupaten Tangerang, mengenai pagar bambu yang tertancap di lautan sepanjang 30,16 kilometer, nah ini harus menjadi point penting yang harus di pikirkan oleh kita bersama apalagi kami Himpunan Mahasiswa Islam (HMI Jabodetabeka Banten-red) turut memantau kejadian baru-baru ini," tutupnya. (Red/*)