Siapa Yang Diuntungkan PPN 12%, Rakyat atau..?

sultannews.co.id
Kamis | 16:56 WIB Last Updated 2025-01-02T09:57:12Z

Oleh : Advokat Suwadi, SH, MH.
(Praktisi Hukum)

OPINI - Kenaikan PPN menjadi 12% sudah diketok diberlakukan per 1 Januari tahun ini. Merunut riwayat PPN memang sudah disetujui oleh DPR beberapa waktu sebelumnya, dan akan diberlakukan tahun 2025 (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, UU HPP). Tidak ada yang salah memang. Dijelaskan pula oleh presiden Prabowo bahwa yang terkena PPN hanyalah barang dengan kategori mewah.

Bahagia? Senang? Seolah memang membela kepentingan rakyat? Kita akan periksa sebentar lagi bagaimana kondisi pasar dan rakyat di lapangan. Pemberlakuan PPN 12% menurut Jokowi juga merupakan amanah UU No. 7/2021, sebuah keniscayaan. Warga netizen yang pro Jokowi juga mengatakan aneh jika, misalnya PDIP menolak, padahal dulu disetujui.

Ini penjelasannya. Memang benar UU tersebut sudah disetujui oleh DPR di mana salah satunya ada PDIP. Meski begitu, apakah anda tahu, di dalamnya tertulis bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5 persen dan maksimal 15 persen melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan dengan DPR.

Kader PDIP seperti Rieke Diah Pitaloka menganggap situasinya kurang pas untuk diberlakukan saat ini. "Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen," bunyi Pasal 7 ayat 3 UU PPN.

Jadi, pemerintah tidak harus kaku memberlakukan kenaikan PPN 12% per Januari 2025, melainkan bisa ditunda atau diturunkan melalui pembahasan dengan DPR. Hal ini mengingat kondisi ekonomi kita sedang lemah-lemahnya. Banyak perusahaan tutup atau mengaku pailit (Sritex dll). Akibatnya terjadi PHK dan peningkatan pengangguran.

Menyebabkan daya beli masyarakat turun, sementara harga barang-barang kebutuhan pokok cenderung naik memasuki libur nataru. Kenaikan harga bukan hanya disebabkan momen nataru tapi juga pedagang mengantisipasi serta merespon isu kenaikan PPN 12% tersebut. Rakyat semakin terjepit. Di satu sisi pendapatannya berkurang, daya beli lemah, juga harga barang pada naik, terlebih per Januari 2025.

Meski dikatakan dan diyakini oleh presiden Prabowo maupun Menkeu Sri Mulyani bahwa PPN 12% hanya untuk barang mewah, namun harga kebutuhan kelas rakyat terlanjur naik (apa bedanya?). Di saat itu pula, dipertontonkan adanya praktik korupsi 271 T dan pelaku hanya mendapat vonis 6,5? Tidak heran pelaku dan keluarganya tersenyum riang menyambut hukuman dari hakim yang juga tersenyum.

Sementara rakyat tersenyum kecut. Seperti sudah jatuh masih dibanting-banting sampai remuk. Di mana empati (alih alih keadilan untuk rakyat kecil). Menurut laporan FAO, harga pangan global baru-baru ini naik ke level tertinggi dalam 18 bulan. Kenaikan ini diperkirakan akan berlanjut. Beberapa bahan makanan, seperti minyak sawit, daging dan kakao, akan terus naik hingga tahun depan.

Kenaikan ini diikuti oleh kategori susu, yang naik 17% sejak awal tahun, dipimpin oleh harga keju dan mentega. Kategori daging meningkat 10% sejak awal tahun. Indeks FAO, yang mengukur harga komoditas mentah, bukan berdasarkan biaya eceran, mencatat kenaikan bahan pangan menunjukkan bahwa harga pangan yang lebih tinggi dapat terus memengaruhi konsumen.

Jelas rakyat konsumen semakin kesulitan. Kini tidak hanya rakyat kelas bawah melainkan juga kelas menengah. Sementara rakyat Indonesia yang hidup dalam standar kelas atas alias super elite (yang mampu bertahan) hanya berapa persen dari jumlah penduduk Indonesia? Kecil sekali. Tidak lebih dari 2% saja. Selebihnya rakyat menengah-bawah.

Apa penyebabnya, atau mengapa pemerintah ngotot memberlakukan PPN 12%? Ini ibarat orang awam berpikir demikian, pajak dinaikkan agar penerimaan negara bertambah. Mengapa? Karena negara membutuhkan dana besar untuk merealisasi program-programnya (termasuk membayar cicilan utang). Dibebankan kepada rakyat? Ya dari mana lagi mendapatkan uang dengan mudah dan cepat?

Banyak Pengamat mengatakan bahwa seharusnya masih ada banyak alternatif jalan guna meningkatkan penerimaan negara, salah satunya pajak tambang (bagi pengusaha tambang), pajak kekayaan, atau menggenjot penerimaan dari wisatawan asing yang berwisata ke Indonesia dsb. Terakhir, mungkin ada upaya penghematan.

Karena pendapatan yang cepat itu adalah penghematan, termasuk perencanaan ulang untuk program atau proyek yang membutuhkan dana besar. Terlebih, apakah program/proyek itu bisa berdampak langsung dan cepat dalam peningkatan kesejahteraan rakyat? Bagaimana jika proyek tersebut hanya buat gagah-gagahan saja yang tidak memberi keuntungan untuk seluruh rakyat Indonesia?

Rakyat sudah paham ada dua program utama (lanjutan) pemerintah yakni makan siang bergizi dan IKN. Layaknya di lingkup RT ingin membuat program namun dananya diperoleh dari iuran warga. Jika hanya sekali tempo adakan sekileran (sumbangan) untuk acara 17 an mungkin tidak masalah. Tapi jika warga dipajakin (iuran) macam-macam, bagaimana kira-kira?

Berdoa saja tidak terjadi krisis berkelanjutan menjadi kritis (ngap). Potensi munculnya gerakan masyarakat sipil seperti 1998 sangat mungkin terjadi.

iklaniklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Siapa Yang Diuntungkan PPN 12%, Rakyat atau..?

Trending Now

Iklan