Oleh: Advokat Suwadi, SH, MH.
Sesungguhnya dalam mengemban dakwah, ia telah menjual jiwa dan hartanya untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka." (QS. At-Taubah, 9:111)
Dalam kondisi seperti ini, ia tidak boleh menyibukkan diri dengan aktivitas yang bertentangan dengan dakwah atau bertentangan dengan syariat, baik dari sisi kebiasaannya, misalnya bekerja di bank, atau tempat perjudian, dan lain sebagainya. la juga tidak boleh menjadi anggota di organisasi-organisasi yang bergelut dengan keharaman seperti valas, perseroan saham, dan sebagainya.
la juga tidak boleh bekerja yang bisa melupakan atau memalingkan dirinya dari dakwah, seperti bekerja di sepanjang siang atau bekerja di sepanjang malam di mana tidak ada dakwah di dalamnya; atau bekerja yang tidak memungkinkan dirinya untuk melakukan kontak dengan masyarakat serta bergaul, berdiskusi, atau mendakwahkan pemikiran kepada mereka. Contoh untuk hal ini sangatlah banyak. Misalnya, ia bekerja di pertanian yang menyita seluruh waktunya, di balai-balai kerja, pabrik, atau yang lain.
Jika seorang aktivis partai memegang teguh perkara ini, artinya ia tidak menyibukkan diri dengan pekerjaan yang bertentangan dengan dakwah atau pekerjaan yang dapat melupakan dakwah, maka dalam kondisi seperti ini ia telah mampu melampaui hambatan-hambatan ini sekaligus telah menjadikan dakwah sebagai poros kewaspadaannya dan sumbu putar dalam mengatur kepentingan-kepentingannya.
Kepentingan-kepentingannya akan berputar di sekitar dakwah dan dakwah adalah landasan dasar kehidupannya. la tidak menjadikan dakwahnya berputar mengikuti kepentingan-kepentingannya, yakni ia akan berdakwah jika ada waktu senggang, dan akan meninggalkan dakwah ketika dakwah berbenturan dengan kepentingan-kepentingannya, atau ketika dakwah akan menghancurkan kepentingannya dan menyebabkan dirinya terkena siksaan.
Sumber :
Muhammad Hawari, Politik Partai, halaman 210-211