Oleh: Suwadi, SH, MH.
(Advokat pada LBH PELITA UMAT BANTEN)
OPINI - Sebelum memulai legal opini (pendapat hukum), saya mengucapkan terimakasih kepada guru yang telah mendidik saya dari mulai guru SD hingga S2. Semoga Allah SWT memberikan rezeki yang berlimpah dan berkah kepada para guru saya tersebut.
Akhir-akhir ini dunia pendidikan tengah ramai diperbincangkan terkait guru menjadi tersangka atas laporan murid dan/atau orang tua murid atas tuduhan dugaan penganiayaan.
Perlu diketahui bahwa guru tidak dapat dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa. Tindakan pendisiplinan tidak dapat dikategorikan sebagai “tindakan diskriminasi” dan “penganiayaan”dikarenakan seluruh siswa diperlakukan sama yaitu dilakukan tindakan pendisiplinan apabila melanggar peraturan sekolah, tata tertib sekolah dan kode etik sekolah.
Diskriminasi adalah suatu perbuatan, praktik, atau kebijakan yang memperlakukan seseorang atau kelompok secara berbeda dan tidak adil atas dasar karakteristik dari seseorang atau kelompok itu. Oleh karena itu sangat penting pihak sekolah membuat ketentuan yang bersifat jelas, bersih dan berlaku bagi seluruh siswa agar tidak dapat dikategorikan tindakan diskriminasi.
Oleh karena itu sekolah sepatutnya membuat peraturan sekolah, tata tertib dan kode etik sekolah yang diketahui dan disepakati oleh guru, siswa dan orang tua.
Sepatutnya didalam peraturan tersebut menjelaskan klasifikasi apa saja yang dapat dilakukan tindakan pendisiplinan, dan untuk mengurangi kriminalisasi guru maka sepatutnya sekolah membuat komisi/divisi yang menegakkan peraturan sekolah. Sehingga jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, guru cukup melaporkan kepada divisi/komisi yang bertugas menegakkan disiplin. Sehingga bukan guru yang melakukan tindakan pendisiplinan melainkan komisi/divisi tersebut.
Untuk menghindari kriminalisasi terhadap divisi/komisi pendisiplinan, maka dibuat mekanisme di mana tindakan pendisiplinan tersebut dilakukan (tempatnya), tindakan apa yang akan dilakukan dan disaksikan oleh minimal 2 (dua) orang guru dan 2 (dua) orang siswa dan untuk memperkuat alat bukti sebaiknya dipasang CCTV.
Pendapat hukum saya tersebut senafas dengan Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1554 K/PID/2013 Tanggal 6 Mei 2014 yang memberikan putusan “Menyatakan Terdakwa AOP SAOPUDIN, S.Pd.I. bin KAMALUDIN tersebut diatas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan” dikarenakan terdapat pertimbangan Majelis Hakim berbunyi “Disamping sebagai guru, Terdakwa diberikan tugas untuk mendisiplinkan para siswa yang rambutnya sudah panjang/gondrong, menatatertibkan para siswa”, “bahwa apa yang yang dilakukan Terdakwa adalah sudah menjadi tugasnya."
Perlindungan terhadap profesi guru terdapat dalam PP Nomor 74 Tahun 2008. Guru memiliki kewenangan untuk mendidik, mengajar, membimbing hingga mengevaluasi siswa, maka guru diberikan kebebasan akademik untuk melakukan metode-metode yang ada. Selain itu, guru juga tidak hanya berwenang memberikan penghargaan terhadap siswanya, tetapi juga melakukan tindakan pendisiplinan kepada siswanya.
Pasal 39 ayat (1) PP No.74 Tahun 2008 yang diubah menjadi PP No.19 Tahun 2017 Tentang Guru, berbunyi:
“Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya,"
Pasal 39 ayat (2) PP No.74 Tahun 2008 yang diubah menjadi PP No.19 Tahun 2017 Tentang Guru, berbunyi:
“sanksi tersebut dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan”.
Demikian, semoga bermanfaat.