Oleh: Adv. Suwadi, SH, MH.
LEGAL OPINION - Menurut, M. Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul “Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Perdata”, pada asasnya, Upaya eksekusi hanya dapat dijalankan pada putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Namun, dalam praktiknya, dapat terjadi pelaksanaan Upaya eksekusi atas putusan hakim berkekuatan hukum tetap; yang mendatangkan kerugian terhadap hak dan kepentingan yang berperkara.
Merujuk Buku II Pendoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, disebutkan bahwa perlawanan eksekusi dapat dilakukan oleh pihak tereksekusi. Namun, dalam perlawanannya, pihak tereksekusi tersebut harus dapat membuktikan bahwa ia mempunyai alas hak yaitu: (1) hak milik, hak pakai, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak tanggungan, hak sewa; dan (2) hak-hak lainnya.
Eksekusi dalam bentuk gugatan tidak dapat diterima atau Niet Ontvankelinke Verklaard (NO).
Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung RI No. 1281 K/Sip/1979 tanggal 15 April 1981 yang menyatakan bahwa:
“Bantahan terhadap eksekusi yang diajukan setelah eksekusi dilaksanakan tidak dapat diterima”. Artinya selama eksekusi yang diajukan belum dilaksanakan, salah satu pihak berperkara masih dapat mengajukan perlawanan eksekusi.
Selain itu, Putusan Mahkamah Agung RI No. 523 K/PDT/2013, tanggal 11 Juli 2013. menyatakan bahwa:
“Perjanjian yang telah jatuh tempo, lelang dapat dilaksanakan. In casu oleh karena belum ada Berita Acara Lelang, maka pelelangan dilakukan oleh Tergugat II belum selesai dengan kata lain bahwa eksekusi belum selesai. Eksekusi yang belum selesai dilaksanakan tidak dapat disanggah dalam bentuk guguatan, melainkan dalam bentuk perlawanan”
Semoga bermanfaat !!