Apasih Politik Dinasti di Pilkada yuk kita simak pendapat Mahasiswa Universitas Pamulang (UNPAM) Serang- Banten

SULTANNEWS.CO.ID
Sabtu | 13:23 WIB Last Updated 2023-12-02T06:47:21Z

 



SERANG- Mahasiswa Universitas Pamulang (UNPAM) Serang fakultas ilmu hukum, memberikan opini tentang politik dinasti di pilkada tergantung rakyatnya."Sabtu (02/12/2023) 


Menurut Muh.Saeful Bahri, Dinasti politik merupakan sebuah serangkaian strategi manusia yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, agar kekuasaan tersebut tetap berada di pihaknya dengan cara mewariskan kekuasaan yang sudah dimiliki kepada orang lain yang mempunyai hubungan keluarga dengan pemegang kekuasaan sebelumnya.


Dalam Islam juga Dinasti adalah keturunan raja-raja yang berkuasa atas suatu pemerintahan dan melanjutkan kekuasaan pemerintahannya kepada satu garis keturunan keluarga. Karena itu yang dimaksud dengan Dinasti Abbasiyah adalah kekuasaan pemerintahan yang dipegang dan dilanjutkan oleh keturunan raja-raja dari Bani Abbasiyah.


Pada Dalam sistem demokrasi, seperti Indonesia, pilihan rakyat sangat menentukan siapa yang bakal meraih kekuasaan. Karena suara terbanyaklah yang nanti dilantik, apakah itu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, Gubernur maupun Bupati/Walikota. Berbagai macam strategi politik dilakukan untuk mendapat suara terbanyak dan memenangkan Pemilu. Mulai dari memberikan janji, hingga program dan politik uang sekalipun, termasuk politik dinasti. Ungkap Mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum UNPAM Serang. 


Lanjutnya bahwasanya Politik dinasti merupakan salah satu strategi politik dalam setiap gelaran Pemilu maupun Pilkada. Di mana politik dinasti ini meniru langkah-langkah yang dilakukan para penguasa jaman dulu, era kerajaan. 


Di mana orang tua akan memberikan kekuasaan kepada anak atau kerabat lainnya yang ditunjuk. Hingga muncullah dinasti politik yang berkuasa di suatu kerajaan maupun suatu negara. Berbeda dengan nepotisme dan kolusi yang dilakukan keluarga politisi yang menjabat.


Di era modern ini, dinasti politik masih ada, khususnya di negara-negara monarki/kerajaan maupun negara republik yang otoriter. Bagaimana dengan negara-negara demokrasi, seperti Indonesia, yang juga menginginkan adanya dinasti politik. Tentu untuk mewujudkan dinasti politik tidak bisa langsung begitu saja. Perlu perjuangan yang keras dan berat, dan belum tentu berhasil juga. Karena keberhasilan suatu kekuasaan politik sangat tergantung dari rakyat pemilihnya.


Pertanyaannya, mengapa terjadi fenomena politik dinasti terus membudaya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat menganalogikan dengan kisah pengusiran Nabi Adam dan Hawa dari surga. Mengapa keduanya terusir dari surga? Jawabnya, karena mereka tergoda bujuk rayu setan. Sejak lama setan memendam kedengkian kepada Adam. Setan pun mencari jalan untuk menggelincirkan Adam. Setan lantas menemukan cara dengan merayu agar Adam dan Hawa makan buah dari syajarah al-khuldi (pohon keabadian).


Menurut bisikan jahat setan, jika Adam dan Hawa mau makan buah khuldi, keduanya akan merasakan kenikmatan surga dalam waktu yang lama. Keduanya juga dijanjikan memperoleh kekuasaan yang abadi. Singkat kisah, Adam dan Hawa akhirnya tergoda bujuk rayu setan. Keduanya memakan buah keabadian. Akibatnya, keduanya harus menerima kenyataan terusir dari surga (QS Thaha: 120–121).


Setidaknya ada dua pelajaran penting yang dapat diambil. Pertama, umumnya manusia sangat mudah tergoda kekuasaan yang dipersepsi dapat membawa kenikmatan hidup di dunia secara instan. Orang yang memiliki syahwat politik tinggi pasti akan selalu berpikir untuk menikmati kekuasaan dalam waktu yang lama.


Kedua, selalu ada kecenderungan penguasa mempertahankan kekuasaannya. Sebab, untuk memperoleh kekuasaan, seseorang harus berjuang dan menyiapkan modal yang besar. Jika karena perundang-undangan kekuasaan harus berpindah tangan, maka selalu diusahakan agar kekuasaan jatuh pada suami, istri, anak, menantu, kerabat, dan teman dekatnya.


Selain bertujuan agar kekuasaan tidak berpindah tangan, strategi mencalonkan orang-orang terdekat dalam pemilu untuk menjamin dirinya selamat dari persoalan hukum pasca tidak berkuasa. Sejumlah alasan itulah yang menjadikan politik dinasti tumbuh subur. Karena budaya politik dinasti sangat berbahaya, pemerintah dan legislatif harus membuat regulasi yang tegas tentang boleh tidaknya kerabat dekat petahana maju sebagai pejabat eksekutif dan legislatif. Ujarnya Muh.Saeful Bahri


Peraturan itu penting untuk meminimalkan praktik politik dinasti. Budaya politik dinasti pada saatnya juga mengganggu proses checks and balances antar-lembaga negara. Fungsi saling mengontrol pasti tidak bisa maksimal jika sejumlah jabatan publik dikuasai satu keluarga besar. Padahal, untuk menyemai nilai-nilai demokrasi, fungsi kontrol sangat penting.


Jika kontrol terhadap pemerintah lemah, budaya kolutif dan koruptif akan tumbuh subur. Bahaya jangka panjang dari budaya politik dinasti itulah yang harus menjadi perhatian semua elemen bangsa. Pada konteks itulah budaya politik dinasti dalam pilkada serentak 2024 penting diwaspadai." Tutup


Penulis : Apunk

Editor   : Es


iklaniklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Apasih Politik Dinasti di Pilkada yuk kita simak pendapat Mahasiswa Universitas Pamulang (UNPAM) Serang- Banten

Trending Now

Iklan