SERANG - Dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah. Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Memberikan Pandangan atau Opini Tentang Fanatisme", Senin (06/11/2023).
Bahwasanya dalam rangka memenuhi tugas kuliah Tanisa Ananda Hidayat mahasiswi Fakultas Ilmu KomunikasiS emester Satu (1) ini membahas tentang fanatisme"
Menurut Tanisa Ananda Hidayat menjelaskan Fanatisme adalah suatu kondisi di mana seseorang menunjukan minat yang berlebihan terhadap suatu hal atau bisa disebut juga obsesi. Begitupun dengan Fanatisme politik sendiri merujuk pada sikap yang sangat keras dan keyakinan yang mendalam terhahap suatu ideologi politik tertentu, hal ini seringkali memicu suatu konflik di dalam masyarakat.
Fanatisme menurut Wiston Churchill adalah suatu yang tidak mampu mengubah sudut pandang seseorang dan tidak akan mengubah pendiriannya. Orang yang fanatik seringkali marah ataupun enggan mendengarkan pandangan atau ide yang bertentangan dengannya. Ucapnya
Lanju menyampaikan Secara psikologis juga individu yang fanatik memiliki keterbatasan dalam memahami perspektif orang lain, terutama orang yang memiliki padangan yang berbeda.
Individu yang fanatik juga biasanya sulit mengakui bahwa pandangan mereka juga mungkin bisa salah. Karena hal – hal tersebut lah yang membuat fanatisme politik itu bisa mengancam prinsip bernegara terutama mengancam nilai demokrasi.
Bahwa Demokrasi itu sebagai suatu sistem yang mendasarkan kekuasaan pada suara rakyat, telah menjadi sistem yang utama bagi bangsa dan negara Indonesia Khususnya.
Standar utama dari sistem demokrasi sendiri adalah kebebasan untuk berbicara dan berpendapat, namun karena adanya fanatisme politik ini membuat banyak konflik yang terjadi di masyarakat. Biasanya individu yang fanatik terhadap suatu ideologi politik cenderung membungkam pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan keinginannya." Ungkapnya
Masih mengatakan Salah satu contohnya adalah fanatisme politik ini menganggu proses pemilihan umum, padahal Demokrasi itu bergantung pada pemilihan umum yang adil dan bebas. Semua rakyat Indonesia bebas memilih pemimpin mereka secara demokratis.
Namun, fanatisme politik dapat mengarahkan kita kepada kecurangan, seperti menyebarkan informasi – informasi yang tidak benar dan informasi jelek terhadap pemimpin yang tidak kita sukai, lalu menekan orang yang tidak sependapat dengan kita dan bahkan bisa sampai menyebabkan kekerasan politik itu terjadi.
Fanatisme politik mengancam integritas pemilihan dan melemahkan fondasi demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mewakili kehendak rakyat. Fanatisme politik sudah mengacak-acak dasar-dasar kerukunan sosial dalam masyarakat dan seringkali memecah belah masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang bertentangan yang memicu konflik dan kebencian.
Pengkotakan ini mengancam prinsip-prinsip prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara yang menganut sistem persatuan dan keragaman dalam masyarakat.
Fanatisme politik yang merajalela merupakan ancaman serius bagi prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara terutama dalam konteks demokrasi. Oleh sebab itu kita perlu mengatasi tantangan ini, Salah satunya adalah dengan melakukan pendekatan holistik, yang melibatkan pendidikan publik yang meningkatkan kesadaran akan bahaya fanatisme politik, dan mendorong dialog antar kelompok, dan mendorong partisipasi aktif dalam proses demokratis yang akan Datang.
Maka pembentukan peraturan yang melindungi kebebasan berpendapat, menjaga intergritas pemilihan dan mencegah penyebaran. Disinformasi juga bisa menjadi langkah yang penting untuk memberantas fanatisme politik. Dengan mempunyai kesadaran akan nilai-nilai inklusivitas, keragaman, dan toleransi, maka itu bisa meredakan ketegangan sosial dan memperkuat kerukunan dalam masyarakat." Tutup Tanisa Ananda Hidayat Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.[Redaksi]
Editor: ES