Salah satu bagian terpenting dalam menyusun gugatan adalah menentukan pihak yang akan digugat. Sebab jika keliru dalam menentukan, konsekuensinya berpotensi di eksepsi dengan plurium litis consortium exceptie.
Hukum perdata tidak hanya mengenal Tergugat tetapi dikenal pula Turut Tergugat. Apa perbedaannya dan bagaimana cara menentukan kedudukannya dalam gugatan?
HIR maupun RBg tidak mengatur mengenai Kualifikasi Tergugat atau Turut Tergugat, namun dalam praktik kualifikasi tersebut telah menjadi suatu praktik yang diterapkan dari kasus per kasus.
Secara sederhana, perbedaan antara Tergugat dan Turut Tergugat adalah dimana Tergugat adalah pihak yang dianggap telah merugikan hak orang atau pihak lain, sedangkan Turut Tergugat adalah orang atau pihak yang tidak berkepentingan langsung dalam perkara tersebut, tetapi ada sangkut pautnya dengan pihak atau obyek perkara yang bersangkutan.
Dari sisi lainnya, perbedaan Tergugat dengan Turut Tergugat adalah Turut Tergugat hanya tunduk pada isi putusan hakim di pengadilan karena Turut Tergugat ini tidak melakukan sesuatu perbuatan. Turut Tergugat biasanya adalah pihak yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu, namun berkaitan dengan perkara tersebut.
Berdasarkan Mahkamah Agung dalam Putusan No. 1642 K/Pdt/2005 menyatakan bahwa
“dimasukkan sebagai pihak yang digugat atau minimal didudukkan sebagai Turut Tergugat. Hal ini terjadi dikarenakan adanya keharusan para pihak dalam gugatan harus lengkap sehingga tanpa menggugat yang lain-lain itu maka subjek gugatan menjadi tidak lengkap.”
Oleh karena itu cara menentukan apakah Tergugat atau Turut Tergugat adalah dilihat dari dimensi derajat perbuatannya. Jika pihak yang diduga menyebabkan adanya kerugian bagi penggugat melakukannya dengan perbuatan aktif atau pasif yang berdampak langsung, maka harus didudukkan sebagai Tergugat.
Oleh: Advokat Suwadi, SH, MH.