Jakarta - Sekelompok Mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Mahasiswa Bersama Rakyat 98 (MABAR 98) memaparkan dugaan adanya operasi intelijen dibalik penetapan Kabasarnas sebagai tersangka.
"Bagi saya, proses kilat dari KPK dalam menetapkan Kabasarnas yang merupakan Perwira Aktif TNI sebagai tersangka dalam waktu singkat tanpa adanya Kordinasi dan sinergi dengan Mabes TNI mencurigakan dan beraroma operasi intelijen," terang pimpinan pusat MABAR 98 Anhar Itsnan Putra Siregar kepada redaksi, di Jakarta, pada Rabu, (2/08/23).
Putra Siregar menjelaskan bahwa kasus Basarnas perlu dipahami secara utuh lengkap dengan peristiwa-peristiwa sebelum penetapan tersangka maupun saat dan sesudah penetapan tersangka terjadi.
"Ada dugaan Konspirasi, baik antar lembaga maupun antar pimpinan instansi, coba dilihat dengan cermat, siapa yang paling diuntungkan atas kasus tersebut?" tanyanya.
Penetapan tersangka Kabasarnas yang super kilat menjadi tanda tanya dan kecurigaan Rakyat Indonesia bahwasannya KPK diduga sudah menjadi alat kepentingan Politik, Tempat Transaksi dalam menentukan korban OTT dan Melindungi Koruptor yang dibekingi.
Hal ini didasari dari beberapa peristiwa penting antara lain, pertama, tidak jadinya Munaslub Golkar dimana Ketua Umumnya diduga terlibat dalam Kasus suap Minyak Kelapa Sawit padahal sudah diperiksa 11 jam oleh pihak Kejaksaan.
Kedua, penggembosan salah satu capres yang berlatar belakang Militer dimana elektabilitasnya terus naik dan melambung.
ketiga, terjadi lagi kasus polisi tembak polisi yang juga sekarang luput dari perhatian rakyat karena sensasi KPK dalam mentersangkakan Kabasarnas secara kilat.
"Apalagi aroma politis sudah mulai muncul dan dengan berbagai instrumen seperti permintaan maaf dan ralat penetapan tersangka Kabasarnas karena menyalahi prosedur dan mekanisme hukum, pengunduran diri penyidik KPK brigjen Pol.Guntur yg ditolak, adanya pengakuan pimpinan KPK diteror dan diintervensi. Intimidasi yang dikirimkan melalui karangan bunga dengan narasi yang mengancam pimpinan dan pegawai KPK yang mengungkap Kasus di Basarnas. Semakin mendiskreditkan instansi TNI," paparnya.
Penetapan tersangka Korupsi Marsdya TNI Hendri Alfiandi telah menuai kisruh antara KPK dan Mabes TNI. Pro dan Kontra juga terjadi dikalangan ahli hukum, LSM dan ramai dibicarakan netizen di media sosial.
Hal ini dikarenakan bukan persoalan korupsinya, melainkan karena proses kilat dari KPK dalam proses penetapan tersangka.
"Padahal untuk mengetahui keberadaan Harun Masiku tersangka suap PAW partai PDI-P saja sampai hari ini KPK seperti bisu, tuli bahkan terkesan buta. Inilah yang menjadi tanda tanya rakyat ada apa dengan KPK yang seolah-olah menunjukkan taringnya kepada TNI," tuturnya.
Aktivis kawakan ini juga menilai KPK telah melompati proses dan tabrak aturan dalam mentersangkakan Kabasarnas. Menurutnya, Mandat pemberantasan korupsi pasca perubahan UU KPK tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga penegakan hukum yg berwenang dalam pemberantasan korupsi, masih ada lembaga penegak hukum lain seperti Kejaksaan dan Kepolisian.
"KPK menjadi kordinator pemberantasan korupsi apabila terjadi korupsi di instansi penegak hukum dan melibatkan instansi penegak hukum. Apalagi sudah masuk kewilayah/lingkungan khusus yg menjadi ranah peradilan militer seperti kasus yang melibatkan perwira TNI Aktif, apalagi pada saat OTT Kabasarnas juga tidak ada dilokasi, sehingga masih berlaku azas praduga tak bersalah dan menjadi ranah pengadilan," katanya.
Dalam kurun waktu singkat, ada beberapa OTT yang dilakukan KPK mulai dari OTT Bupati Meranti yang pernah deklarasi akan bergabung dengan Malaysia, penangkapan Walikota Bandung, Dirjen Kereta Api Kemenhub dan OTT Koorsmin Basarnas Letkol Arif Budi Cahyanto.
KPK memiliki persoalan internal yang sudah menjalar dari pucuk pimpinan sampai bawahannya yang berupa masalah etik pada kasus kebocoran dokumen Kementerian ESDM sprint KPK yg dilakukan Firli Bahuri/Ketua KPK, kemudian kisruh pemecatan Direktur Penyidikan dan Penindakan KPK. Kemudian kasus pidana berupa pungli oleh pegawai KPK kepada tahanan dan pelecehan seksual pada istri Tahanan KPK.
"Dari persoalan dan bobroknya KPK tidak ada satupun putusan kepada pimpinan dan pegawai KPK yang selesai dengan adil dan inkrah secara hukum. Gambaran persoalan internal menjadi justifikasi bahwa apa yang dilakukan KPK sudah tidak dapat dipercaya kebenarannya," tutupnya. [Syafaat/*]