Pandeglang – Adanya dugaan rangkap jabatan pada tubuh panitia pemilu di tingkat kecamatan dan desa, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pandeglang menggelar unjuk rasa ke KPU dan Bawaslu Pandeglang, Selasa (29/8/2023) siang.
Rangkap jabatan atau double job itu diduga terjadi pada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).
“Ini dinilai telah melanggar aturan yang berlaku terkait larangan rangkap jabatan sesuai dengan Pasal 21 UU No. 7 Tahun 2021. Selain itu juga dalam proses Rekrutmen Badan Adhoc diduga cacat administrasi. Rangkap jabatan juga terjadi pada Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) dan Panitia Pengawas Kelurahan/Desa (PKD),” ungkap Entis Sumantri, Ketua HMI Kabupaten Pandeglang dalam orasinya.
Ia menegaskan hal tersebut tidak dibenarkan sesuai dengan Pasal 117 UU No. 7 Tahun 2021. Di samping itu, kata dia, mengingat dalam proses pendaftaran awal menjadi Panitia Pengawas ada pernyataan yang menyatakan siap bekerja penuh waktu.
“Hal ini jelas bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian seakan KPU dan Bawaslu Kabupaten Pandeglang tidak melaksanakan aturan yang sudah ditetapkan.
“Padahal jelas tertuang dalam Pasal 20 Poin (m) UU No. 7 Tahun 2017 menerangkan bahwa KPU Kab./Kota berkewajiban melaksanakan Putusan DKPP, dan Pasal 101 Poin (e) UU No. 7 Tahun 2017 menerangkan bahwa Bawaslu Kab./Kota bertugas mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan di wilayah kabupaten/kota salah satunya dari Putusan DKPP,” ungkapnya.
Dengan demikian, kata Entis, KPU dan Bawaslu Pandeglang dinilai bermain aturan sendiri, tidak adanya sinergitas antar Lembaga Penyelenggara Pemilu meliputi KPU, Bawaslu dan DKPP, yang kemudian hal ini menjadi polemik di Kabupaten Pandeglang.
“Bersama ini berdasarkan uraian tersebut KPU dan Bawaslu dinilai sudah melanggar Kode Etik sesuai dengan Pasal 1 Poin (4) Per. DKPP No. 2 Tahun 2017. Hal tersebut menjadi sorotan terkait profesional dan netralitas KPU dan Bawaslu Kabupaten Pandeglang dalam menjunjung tinggi Pemilu yang berintegritas, sedangkan fakta yang terjadi banyaknya rangkap jabatan pada Panitia Penyelenggara Pemilu,” paparnya.
Padahal menurut dia sudah jelas adanya panitia dan pengawas Pemilu sesuai dengan data, merangkap sebagai PNS/ASN, PPPK, Honorer, Tenaga Pendamping Profesional dan Perangkat Desa.
“Padahal jelas larangan rangkap jabatan tersebut untuk menjaga integritas penyelenggara demi mewujudkan profesionalisme dan netralitas penyelenggara Pemilu,” terang aktivis yang sering disapa Tayo ini.
Selanjutnya, Agung Lodaya selaku koordinator lapangan aksi menyampaikan sejumlah tuntutan para pengunjuk rasa.
Mereka menuntut KPU dan Bawaslu Kabupaten Pandeglang antara lain pertama, untuk menindak tegas Penyelenggara Pemilu tingkat Kecamatan dan Keluarahan/Desa yang merangkap Jabatan sebagai PNS dan ASN/P3K, Pendamping Lokal Desa (PLD), serta habatan lainnya yang double atau triple job yang diduga melanggar aturan-aturan penyelenggara, peraturan perundang-undangan lainnya.
Kedua, mendorong DKPP untuk mengevaluasi kinerja dan memeriksa anggota KPUD dan Bawaslu Kabupaten Pandeglang.
Ketiga, tegakkan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Putusan-putusan DKPP.
Keempat, meminta KPUD dan Bawaslu Pandeglang untuk menjunjung tinggi profesionalitas dan netralitas sebagai Penyelenggara Pemilu 2024.
Kelima, meminta Bawaslu untuk menindak laporan pengaduan yang diberikan oleh masyarakat Pandeglang dan pada umumnya.
Keenam, evaluasi total proses rekrutmen PPK, PPS dan Panwas Desa/kelurahan serta Panwas kecamatan yang diduga cacat secara administrasi.
Ketujuh, meminta Bawaslu untuk menindak tegas kampanye di luar aturan.
Saat unjuk rasa berlangsung, jajaran KPU dan Bawaslu menyambut baik dan menanggapi tuntutan para pengunjuk rasa.
Febri Setiadi selaku Ketua Bawaslu Pandeglang mengaku akan menindaklanjuti aspirasi massa HMI.
“Kami akan menindaklanjuti, dan dalam waktu dekat ini akan memberikan informasi lebih lanjut,” terang Febri.
Sementara itu, Ketua KPU Pandeglang, Nunung Nurazizah, saat dikonfirmasi WBO memaparkan, persyaratan anggota badan adhok tertuang dalam PKPU Nomor 8 tahun 2022 tentang pembentukan dan tata kerja Badan Adhok, dan KPT Nomor 67 tentang petunjuk teknis pembentukan Badan Adhok.
“Dalam dua aturan tersebut tidak ada klausul pelarangan untuk ASN menjadi anggota Badan Adhok,” kata Nunung.
“Dalam surat KPU nomor 487 tanggal 15 Februari 2023 mengurai kesepakatan BKN, Kementerian PAN dan RB, Bawaslu, KPU, pasca konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri, bahwa PNS yg menjadi yang menjadi anggota Badan Adhok sebagai PNS yg mendapat tugas tambahan dan diperbolehkan karena adhok tidak memiliki aturan bekerja penuh waktu dan dapat diberikan honor atas tugasnya tersebut,” jelasnya.
“Hal tersebut juga diperkuat dengan surat BKN Nomor 1044 tertanggal 20 Januari 2023,” pungkasnya. [Hdko/*]