Oleh: Advokat Suwadi, S.H., M.H. |
Banten - Membicarakan sistem Pemilihan Umum (Pemilu) khususnya bagi Pemilu Legislatif, yang banyak diterapkan di dunia, maka akan terdapat 2 (dua) sistem besar yang digunakan.
Keduanya adalah sistem pemilihan secara langsung dan sistem pemilihan tidak langsung. Sistem pemilihan langsung, saat ini disebut dengan sistem Proporsional Terbuka dan sistem pemilihan tidak langsung, saat ini disebut sebagai sistem Proposional Tertutup.
Kita harus mengetahui terlebih dahulu arti dari masing-masing sistem Pemilu tersebut. Secara singkat bisa dijelaskan bahwa dalam sistem Proporsional Terbuka berarti kita memilih langsung wakil kita yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baik di Pusat, di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota.
Sedangkan dalam sistem Proporsional Tertutup, kita hanya memilih Partai Politik yang mengikuti Pemilu dan Partai Politik tersebut yang akan memilih orang-orang anggota partainya yang akan duduk di DPR, di semua tingkatan.
Tidak hanya mengetahui arti dari kedua sistem Pemilu tersebut, namun kita juga perlu mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem Pemilu tersebut.
Hal ini menjadi suatu keharusan bagi kita sebelum kita memilih menggunakan sistem Pemilu yang sesuai dengan sistem kenegaraan kita.
Sudah pasti tidak sama antar satu negara dengan negara lain dalam menerapkan sistem Pemilu di negaranya sebab sistem Pemilu yang satu bisa cocok diterapkan pada suatu negara tetapi belum tentu cocok digunakan di negara lain.
Oleh sebab itu, kita bedah sedikit kelebihan dan kekurangan dari kedua sistem Pemilu sebagaimana disebutkan di atas.
Dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan dari kedua sistem Pemilu tersebut, akan bisa bisa menjadi pertimbangan bagi kita semua di masa depan, khususnya dalam penerapan sistem Pemilu yang cocok di Indonesia.
Pertama, kita akan membahas mengenai kelebihan dan kekurangan dari Sistem Proporsional Tertutup terlebih dahulu.
A. Kelebihan
- Waktu Pemilu menjadi singkat
- Pemilu berbiaya rendah karena Komisi
Pemilihan Umum (KPU) tidak perlu mencetak surat suara yang begitu kompleks isinya yang berisi nama dan foto calon anggota legislatif yang akan kita pilih.
- Pemilih menjadi mudah memilih, khususnya bagi orang-orang berusia lanjut dan orang-orang berkebutuhan khusus karena mengalami kekurangan pengelihatan.
- Tidak memerlukan kertas suara yang berukuran besar dan lebar.
- Proses penghitungan suara lebih mudah dan cepat, karena Pemilih hanya memilih Partai Politik dan Petugas Pemilu tinggal menghitung suara dari masing-masing Partai Politik yang ikut Pemilu.
- Pemilu bisa diikuti oleh banyak Partai Politik yang jumlahnya bisa mencapai ratusan.
B. Kekurangan
- Suara Pemilih hanya untuk Partai Politik peserta Pemilu.
- Pemilih tidak mengetahui orang yang akan menjadi wakilnya di DPR di semua tingkatan.
- Hasil Pemilu bagaikan kita memilih kucing dalam karung, karena Partai Politik yang akan memilih orang yang akan menjadi wakil rakyat.
- Bisa terjadi akan ada orang yang tidak ikut memilih bahkan mungkin akan banyak yang Golongan Putih (Golput) karena merasa tidak suka dengan Partai Politik yang ikut Pemilu dan tidak mengetahui orang yang akan menjadi wakilnya di DPR, DPRD PROVINSI, DPRD Kabupaten atau Kota.
Selanjutnya, kita akan membahas mengenai kelebihan dan kekurangan dari Sistem Proporsional Terbuka.
A. Kelebihan
- Setiap pemilih dapat memilih orang-orang yang dikenal, dipercaya atau dianggap bisa dipercaya sebagai wakilnya di DPR.
- Pemilih dapat mempelajari secara singkat dari setiap calon anggota legislatif yang tertera di kertas suara karena juga disertai dengan foto masing-masing calon anggota legislatif.
- Setiap calon anggota legislatif mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh suara dari pemilihnya.
B. Kekurangan
- Waktu Pemilu menjadi panjang atau lama, karena banyaknya pilihan orang yang akan dipilih
- Pemilu berbiaya tinggi karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mencetak surat suara yang begitu kompleks isinya yang berisi nama dan foto calon anggota legislatif yang akan kita pilih.
- Pemilih menjadi lebih sulit untuk memilih, khususnya bagi orang-orang berusia lanjut dan orang-orang berkebutuhan khusus karena mengalami kekurangan pengelihatan.
- Pemilu akan berbiaya besar, mengingat besarnya anggaran setiap calon anggota legislatif untuk mempromosikan dirinya sebagai salah satu peserta Pemilu.
- Besarnya timbul Politik Uang baik dalam bentuk Serangan Fajar atau bentuk lainnya dari seorang atau semua calon anggota legislatif dengan tujuan untuk mempengaruhi Pemilih untuk memilih atau mencoblos fotonya.
- Memerlukan kertas suara yang berukuran besar dan lebar.
- Dalam penghitungan suara yang didapat oleh setiap calon anggota legislatif, ada perhitungan suara minimal yang harus diperoleh sehingga ketika suara seorang calon anggota legislatif kurang dari suara minimal yang disyaratkan.
Meskipun hanya kurang 1 suara, maka suara yang didapat tersebut akan diserahkan kepada calon anggota legislatif urutan teratas yang ada dalam daftar Partai Politiknya.
Contohnya, untuk bisa menjadi anggota legislatif setiap calon anggota legislatif minimal harus mendapat 100 (seratus) suara, namun faktanya saat Pemilu, seorang calon legislatif hanya mendapat 99 (sembilan puluh sembilan) suara.
Maka calon legisllatif tersebut gagal menjadi anggota legislatif, dan suara yang didapatnya yaitu 99 (sembilan puluh sembilan) suara diberikan kepada calon anggota legislatif nomor urut 1 (satu) yang ada dalam surat suara tersebut, yang biasanya diisi oleh Ketua Partai Politik, di tiap-tiap tingkatan daerah.
Dari uraian kelebihan dan kelemahan masing-masing sistem Pemilu tersebut, maka sebenarnya terdapat kesamaan dari kedua sistem Pemilu tersebut yang tidak kita ketahui.
Kesamaannya adalah sebenarnya yang akan menjadi anggota legislatif tidak akan jauh dari Ketua Partai Politik dan pengurus Partai Politik tersebut, kecuali khusus untuk sistem Proporsional Terbuka.
Masih dimungkikan seorang calon anggota legislatif bisa terpilih apabila mempunyai banyak biaya untuk sosialisasi, termasuk diantaranya melakukan Politik Uang yang sejatinya menjadi hal yang haram dilakukan selama penyelenggaraan Pemilu.
Sudah menjadi rahasia umum, ketika seseorang mencalonkan diri menjadi pejabat publik dan menggunakan banyak uang, biasanya ada pihak ketiga yang menjadi pendukung dananya.
Dan ketika orang tersebut berhasil menjadi pejabat publik, menjadi saat orang tersebut membayar hutang-hutang politiknya dalam berbagai cara, termasuk melakukan tindak pidana korupsi.
Atas dasar tersebut, maka menjadi tanggung jawab kita untuk memikirkan sistem Pemilu yang efektif dan berbiaya murah sehingga bisa menekan penyimpangan- penyimpangan ketika seseorang sudah berhasil terpilih menjadi pejabat publik, baik sebagai anggota legislatif atau sebagai gubernur, bupati atau walikota.