Dok. Pencerahan Hukum Oleh Adv. Suwadi, S.H., M.H.(ist) |
Banten, STN - Dengan tidak dibahasnya RUU Penyitaan Aset (termasuk di dalamnya adalah Perampasan Aset) oleh DPR, menjadikan suatu pertanyaan besar, apakah DPR tidak menginginkan adanya Pemerintahan yang bersih? Pemerintahan disini termasuk juga adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai representative dari Lembaga Legislatif dan juga Mahkamah Agung (MA) sebagai reprensentative dari Lembaga Yudikatif di Indonesia, juga termasuk di dalamnya adalah Badan Usaha Mulik Negara (BUMN).
Sebuah pertanyaan yang sangat wajar diajukan oleh warga masyarakat yang menginginkan Pemerintahan yang bersih. Sehingga secara tidak langsung, anggota DPR-RI juga tidak menginginkan isi dapurnya diobok-obok karena mereka sendiri meyakini bahwa ada bagian dari hartanya yang didapat secara tidak sah, sehingga apabila RUU tersebut disahkan, maka runtuhlah kewibawaan anggota DPR, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Satu hal yang ditakutkan oleh anggota DPR adalah apabila seseorang terjerat tindak pidana terorganisir, baik tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana peredaran ilegal narkotika, tindak pidana perdagangan manusia dan tindak pidana lainnya yang sejenis, maka secara otomatis, Negara melalui Penyidik maupun Penuntut Umum memiliki kewenangan untuk melakukan sita aset-aset yang dimilikinya. Dan apabila terbukti di persidangan, maka aset-aset tersebut akan dirampas untuk Negara.
Status aset yang disita oleh Negara akan ditentukan dari putusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), yaitu apabila pelaku tindak pidana terbukti melakukan tindak pidana, maka asetnya dirampas dan diserahkan kepada Negara dan apabila tidak terbukti maka aset tersebut dikembalikan kepada pihak darimana aset tersebut disita.
Hal inilah yang paling ditakutkan oleh anggota DPR (termasuk DPRD) karena dengan mengesahkan RUU ini menjadi Undang-Undang, maka sama dengan membuka kotak pandora akan perilaku koruptif yang mereka lakukan, meskipun harus diakui pula bahwa masih terdapat banyak anggota DPR yang mempunyai hati yang jujur dan perilaku bersih jauh dari perilaku koruptif.
Saat ini, menjadi tantangan bagi anggota DPR, apakah berani membahas dan kemudian mengesahkan RUU tersebut menjadi Undang-Undang dengan segala konsekuensinya. Untuk menjawab hal tersebut, diperlukan hati yang bersih dan kejujuran dari para anggota DPR untuk menyikapinya.
Semoga masih ada secercah harapan bahwa anggota DPR akan membuka hatinya dan bersedia membahas dan mengesahkan RUU tersebut. Bahwa apabila hal ini tidak berani dilakukan, maka semakin jelas kualitas anggota DPR, wallahua’lam.