Dok. Eko Supriatno Penulis Artikel ini yang merupakan Intelektual Entrepreneur, Pengurus ICMI Orwil Banten, Pengurus IDRI Provinsi Banten, Dosen Fakultas Hukum dan Sosial UNMA Banten. (ist) |
Banten, STN - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum resmi bebas dari penjara di Lapas Sukamiskin, Bandung, Selasa (11/4/2023). Anas keluar lapas sekitar pukul 13.30 WIB.
Bebasnya Anas Urbaningrum setelah dipenjara selama 9,3 tahun menjadi fenomena menarik.
Karena kasus yang menjerat Anas masih menjadi teka teki publik antara murni kasus hukum atau intervensi politik kekuasaan saat itu.
Dengan Anas Urbaningrum bebas, ini menandakan bahwa babak baru jalan politik Anas akan dimulai.
Anas mendekam dipenjara bukan malah membuatnya letoy dan pasrah. Sebaliknya, Anas tengah mencoba memainkan kartunya bahwa semua ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perjuangan untuk menyibakkan misteri kebenaran atas kasusnya.
Anas mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin selama 9,3 tahun setelah divonis bersalah melakukan korupsi dan pidana pencucian uang. Setelah melalui proses pengadilan yang panjang pada tahun 2014, Anas terbukti ikut mengupayakan pengurusan berbagai proyek pemerintah dengan pembiayaan APBN, termasuk proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang; serta tindak pidana pencucian uang.
Putusan pengadilan negeri justru ditambah di tingkat kasasi menjadi 14 tahun penjara. Namun lewat peninjauan kembali, vonis itu dipotong menjadi delapan tahun penjara dan dengan Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan, serta uang pengganti Rp57 miliar dan US$52, juta.
Hak politik Anas dicabut selama lima tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana pokok.
Pencabutan hak untuk dipilih dari jabatan publik selama lima tahun ini adalah pidana tambahan bagi Anas setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Anas pada 2020 lalu.
Perjalanan karier politik Anas adalah sebuah dramaturgi fantastis yang telah mengantarkannya dari seorang zero menjadi hero dalam lanskap politik Tanah Air dengan cepat.
Bentangan tarikh kehidupan politiknya telah menempatkan Anas sebagai fenomena. Ia betul-betul menjadi manusia untuk segala musim yang telah dilaluinya dengan segala kelebihan, keterbatasan dan polemiknya.
Sebagai seorang manusia pendaki, petualangan hidup Anas terbilang monumental sehingga menjadi ikon bagi banyak pihak, terutama pada kawula muda.
Sayangnya, pada puncak perjalanannya Anas harus tergelincir karena perangkap yang sebetulnya telah disadarinya. Saya mencermati bahwa kapasitas Anas sebagai sang fenomena bisa dilihat pada kategorisasi berikut.
Pertama, Anas adalah seorang aktivis. Pada tahap ini, Anas bisa dibilang adalah seorang Aktivis HMI dalam konteks kepemimpinannya sebagai Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) periode 1997-1999. Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum PB HMI, Anas merupakan sosok yang baik dan mudah berkawan dengan siapa pun. Ia bukan orang yang menciptakan musuh dan dia tidak banyak tingkah. Sifat demikian membuat Anas lebih menonjol dalam aspek intelektual untuk pengaderan. Lewat bendera HMI tersebut, Anas makin bersinar sebagai seorang figur yang cerdas dan berpenampilan kalem. Walau kalem, dalam berbagai forum ia bisa galak. Sebagai kolomnis sejumlah media, ia juga piawai beretorika baik lisan maupun tulisan, suatu hal yang jarang ditemukan pada orang seusianya.
Kedua, Anas adalah seorang intelektualis. Pasca-HMI, bintang Anas terus bersinar. Ia terus bergerak menelusuri wilayah-wilayah lebih luas yang pada gilirannya mengukuhkan posisinya sebagai tokoh perubahan par excellence sehingga ia menjadi sosok yang lebih independen. Ia menempatkan dirinya sebagai seorang intelektual-birokratis.
Dalam level ini, selain terus disibukkan aktivitas tulis-menulis sebagai seorang intelektual produktif, Anas juga menyumbangkan diri sebagai pengawal hidupnya masyarakat sipil dan tegaknya pemerintahan demokratis dengan bergabung sebagai Panitia Persiapan Pembentukan Komisi Pemilihan Umum pada 3 Februari 1999 yang dikenal dengan nama Tim Sebelas dan menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada periode 2000-2007.
Kedua peran ini dijalani Anas sebagai panggilan tugas dan ijtihadnya untuk mengawal tumbuhnya masyarakat sipil dan terwujudnya pemerintahan yang demokratis di Tanah Air di awal-awal reformasi.
Keterlibatan Anas dalam lembaga-lembaga demokrasi tersebut setelah jatuhnya Soeharto agaknya dimaksudkan sebagai antitesis terhadap pameo umum bahwa dunia intelektual tidak bisa bergandengan dengan ranah birokratis.
Ketiga, Anas adalah seorang politisi. Bisa dikatakan bahwa politisi merupakan puncak karier Anas hingga saat ini. Dalam perjalanan kariernya sebagai ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR dan selanjutnya menjadi Ketum DPP Partai Demokrat dengan menyisihkan tokoh-tokoh yang cukup senior.
Fenomena Anas Urbaningrum
Menurut penulis, setidaknya ada 3 (Tiga) argumen dalam tulisan Babak Baru Jalan Politik Anas Urbaningrum ini:
Pertama, Loyalis Anas telah membangun panggung politik baru baginya, yakni Partai Kebangkitan Nusantara. Kehadiran Anas dapat menjadi kekuatan baru bagi PKN, walaupun Anas mantan napi namun masih memiliki pengaruh politik yang cukup kuat. Sebagai figur, Anas Urbaningrum masih memiliki jaringan politik yang luas. Hal ini akan menguntungkan PKN. Asumsi penulis, pilihan politik Anas dan PKN hanya ada pada koalisi besar yang sedang dibangun oleh Koalisi Indonesia Raya (KIR) dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Namun, apapun pilihan politik Anas tetap akan memberikan warna pada dinamika dan suhu politik menjelang pemilu dan pilpres 2024 mendatang.
Kedua, Perseteruan antarkelompok SBY dan Anas memang belum memudar, dan bekasnya tidak mudah terhapus. Ketersingkiran Anas dan para loyalis Anas bisa memunculkan semacam barisan kecewa. Kekecewaan ini tak akan dibiarkan, melainkan tentu dikelola. Salah satu wujud pengelolaan kekecewaaan yang bisa dilihat adalah berdirinya Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). Organisasi yang didirikan Anas dan loyalisnya ini dideklarasikan bukan disebabkan tiadanya preseden politik di internal Demokrat. Bagi Anas dan loyalisnya, PPI bisa menjadi instrumen perlawanan politik terhadap Partai Demokrat.
Ketiga, Setelah bebas dari Lapas Sukamiskin, tentunya Anas Urbaningrum akan berikhtiar untuk mencari keadilan terhadap berbagai upaya kriminalisasi yang diperolehnya. Anas akan membuka kotak Pandora berbagai skandal, korupsi, dan negosiasi di belakang layar yang melibatkan banyak elite di pemerintahan, DPR, maupun parpol.
Namun kita belum tahu apa agenda selanjutnya Anas, penulis meyakini naluri politik Anas tidak bisa dihentikan begitu saja.
Melawan memang jalan yang mengharuskannya untuk ditempuh Anas. Keyakinan Anas bahwa keterseretan dirinya dalam kasus korupsi karena kental muatan politik tidak akan banyak berpengaruh dalam wacana publik jika hal itu tidak diimbangi dengan perlawanan politik.
Maka, dengan perlawanan itulah Anas masih berpeluang membangun opini publik bahwa muatan politiklah yang menjadikan dirinya mendekam di tahanan.