Transaksi Rp300 Triliun, Potensi Awal Dugaan Pencucian Uang

sultannews.co.id
Jumat | 02:47 WIB Last Updated 2023-05-20T08:23:49Z
Dok. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati [Antara]. ist


Jakarta, STN - Masyarakat dihebohkan temuan transaksi janggal Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan. 


Dugaan adanya transaksi mencurigakan ratusan triliun itu pertama kali dibeberkan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. Transaksi mencurigakan tersebut terjadi di dua direktorat Kementerian Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai.


Transaksi yang bernilai fantastis itu buntut dari temuan harta dan kekayaan tak wajar mantan pejabat Ditjen Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo. 


Belakangan merembet ke koleganya sesama pejabat pajak yang memiliki gaya hidup mewah.  


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons transaksi janggal Rp300 triliun di lingkungan institusi yang ia pimpin. 


Hal itu disampaikan Sri dalam konfrensi pers bersama Menko Polhukam Mahfud MD pada Sabtu, 11 Maret lalu di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta.


Sri menyampaikan, setelah dilakukan pengecekan, surat dari  Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK kepada Kementerian Keuangan dari 2007 hingga 2023 mencapai 266 surat. Dari 266 surat PPATK itu sebetulnya 185 di antaranya adalah permintaan dari Kementerian Keuangan. 


“Seluruh surat dari PPATK yang dikirim ke kami baik itu adalah permintaan dari kami (185 surat) atau yang merupakan inisiatif PPATK (81 surat) semuanya ditindaklanjuti,” kata Sri.


Dari informasi tersebut, 352 pegawai menerima hukuman disiplin dari 126 kasus. 86 kasus dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket). 16 kasus dilimpahkan ditindaklanjuti aparat penegak hukum atau APH.


Sedangkan 31 kasus tidak dapat ditindaklanjuti karena pegawai pensiun, tidak ada informasi atau menyangkut pegawai non Kemenkeu. 


“Kalau ada yang bertanya mengenai kewenangan Kementerian Keuangan di dalam menangani pegawai negeri, saya sampaikan tadi bahwa kami melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ASN Nomor 5 tahun 2014 dan PP Nomor 94 tahun 2021 tentang disiplin pegawai negeri sipil. Di sini, hukuman-hukuman yang kami lakukan mengacu kepada Undang-undang dan PP tersebut,” paparnya.


Ia juga menegaskan bahwa sampai saat ini pihaknya tidak mendapatkan informasi secara detail mengenai informasi pergerakan uang sebanyak Rp300 triliun yang disinyalir sebagai pergerakan uang yang tidak lazim di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. 


“Jadi informasi Rp300 triliun, sampai siang hari ini saya tidak bisa menjelaskan karena saya belum melihat angkanya, datanya, sumbernya, transaksi apa saja yang dihitung, dan siapa saja yang terlibat," terang dia.


"Nanti kami tindaklanjuti dengan Pak Ivan (Kepala PPATK). Saya akan tetap aja mengontak Pak Ivan untuk mendapatkan data itu dan saya menugaskan kepada Pak Wamen, Pak Irjen, Pak Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, untuk semuanya melakukan follow-up. Ada data baru kami terus tindaklanjuti,” lanjutnya.


Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan, pihaknya telah mengungkap munculnya dugaan transaksi mencurigakan tersebut. Kata dia, transaksi Rp300 triliun tersebut belum mengarah pada tindak pidana korupsi, melainkan analisis soal potensi awal tindak pidana pencucian uang.


Dia menjelaskan, Kementerian Keuangan adalah salah satu pihak yang ditunjuk menjadi penyidik tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang no 8 tahun 2010.


Sementara data-data analisis keuangan yang disampaikan PPATK sebelumnya adalah yang muncul di sektor perpajakan, kepabeanan dan juga cukai, yang notabene di bawah Kementerian keuangan. 


"Kemenkeu adalah salah satu penyidik tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksudkan dalam UU nomor 8 tahun 2010. Dengan demikian setiap kasus yang berhubungan kepabeanan dan perpajakan kami sampaikan ke Kemenkeu," kata Ivan di kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa, 14 lalu.


Menurut Ivan, kasus-kasus tersebut yang memiliki nilai hingga Rp300 triliun. Namun ia mengatakan, data-data yang PPATK berikan itu bukan menganai adanya korupsi di Kemenkeu, melainkan potensi tindak pidana awal pencucian uang yang harus ditindaklanjuti.


Ivan mengatakan bahwa hal ini bukan tentang adanya abuse of power dan adanya korupsi yang dilakukan pegawai Kemenkeu. 


Namun, lebih mengarah kepada tugas dan fungsi Kemenkeu yang menangani kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban pada saat PPATK melakukan analisis. 


"Ini bukan tentang penyimpangan atau tindak korupsi pegawai Kemenkeu. Ini karena posisi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal. Sama seperti KPK, polisi, dan kejaksaan," tegasnya.


PPATK bersama Kemenkeu terus melakukan koordinasi agar berbagai kasus tersebut bisa ditangani dengan baik. Begitu pula lewat koordinasi dengan aparat penegak hukum lain.


Walau begitu, Ivan menyatakan memang terdapat salah satu kasus yang menyeret pegawai Kemenkeu dalam temuan tersebut dengan nilai yang sangat minim atau tidak sebesar Rp300 triliun. 


"Kasus ini ditangani oleh Kemenkeu secara baik dan koordinasi kami lakukan terus menerus," tambahnya.


Dalam kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh mengatakan pada prinsipnya transaksi mencurigakan sebesar Rp300 triliun bukan merupakan angka korupsi atau TPPU pegawai di Kemenkeu.


Maka dari itu, Kemenkeu terus berkomitmen untuk melakukan pembersihan sembari intensif berkomunikasi dengan PPATK. 


"Mengenai informasi terkait pegawai Kemenkeu, kami tindak lanjuti secara baik, kami panggil, dan sebagainya. Intinya, ada kerja sama antara Kemenkeu dan PPATK" ucap Awan.


Dugaan adanya transaksi mencurigakan sebesar Rp300 triliun pertama kali diungkap oleh Menko Polhukam Mahfud MD pada Rabu, 8 Maret lalu. 


Menurut mengaku menerima informasi mengenai adanya transaksi mencurigakan di lingkungan Kementerian Keuangan, dengan nominal yang sangat tinggi yakni mencapai Rp300 triliun.


Mahfud yang juga berperan sebagai Ketua Tim Penggerak Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) langsung menelusuri transaksi janggal itu. 


Dia menyebut ada 69 orang pegawai Kemenkeu yang berharta tidak wajar dengan nilai mencapai ratusan miliar. 


"Sekarang hari ini sudah ditemukan lagi kira-kira 300 triliun. Harus dilacak," kata Mahfud pada awak media di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.


Menurut dia, berdasarkan informasi yang diterima, transaksi mencurigakan tersebut terjadi di dua direktorat Kementerian Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai.


Temuan transaksi mencurigakan Rp300 triliun buntut dari kasus sejumlah pejabat pajak yang memiliki harta dan kekayaan jumbo.


Selama bertahun-tahun, mantan pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo menimbun dan menyembunyikan harta tak ketahuan. Ini terbukti dari simpanan duit cash senilai R 37 miliar dalam mata uang dolar AS di deposit box salah satu bank sempat tak terendus.


Harta itu juga tidak dilaporkan oleh Rafael Alun ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN.


Jika merujuk situs LHKPN KPK, Rafael tercatat memiliki 11 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di sejumlah daerah. Tanah dan bangunan Rafael Alun berada di Sleman, Jakarta, hingga Manado.


Aset tanah dan bangunan yang tercatat dalam LHKPN Rafael itu berasal dari hasil sendiri, hibah tanpa akta, dan warisan. Rafael Alun juga tercatat memiliki dua unit mobil, yakni Toyota Camry tahun 2008 seharga Rp125 juta dan Toyota Kijang tahun 2018 seharga Rp300 juta.


Kemudian, Rafael Alun tercatat memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp420 juta. Ia juga memiliki harta berupa surat berharga senilai Rp 1,5 miliar, kas dan setara kas senilai Rp1,3 miliar dan harta lainnya Rp419 juta. Sehingga, total harta kekayaan Rafael Alun berdasarkan LHKPN adalah Rp56,1 miliar.


Namun sepandai-pandainya tupai melompat, akan jatuh juga. Begitulah nasib Rafael Alun sekarang, meski sudah rapat-rapat menyembunyikan hartanya, tetap terendus juga.


Terbaru adalah, Rafael ternyata menyimpan uang miliaran rupiah dalam bentuk safe deposit box yang belakangan sudah diblokir PPATK.


Mulanya, hal itu diceritakan Menkopolhukam Mahfud MD. Ia membeberkan ada uang miliaran rupiah yang disimpan oleh Rafael Alun Trisambodo sampai Rp500 miliar.


Mahfud mengungkapkan, Rafael sejatinya sudah terdeteksi bolak-balik pada beberapa deposit box untuk menyimpan uangnya. 


Namun, saat Rafael hendak membuat rekening untuk deposit box, hal itu langsung terdeteksi oleh PPATK.


"Itu punya sekian, itu yang baru ketemu juga sebagian, Rp37 miliar itu. Karena beberapa hari (Rafael) sudah bolak-balik dia ke berbagai deposit box itu. Pada suatu pagi dia datang ke bank mau buka itu (deposit box) lalu diblokir PPATK," ujar Mahfud.


"Terus cari dasar hukum kalau sudah diblokir deposit box itu boleh dibongkar atau nggak deposit box itu. Harus ada undang-undangnya, nggak boleh sembarangan," sambungnya.


Meski demikian, Mahfud menyatakan, ulah Rafael menyimpan uang miliaran rupiah itu di luar kuasa menteri, dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku atasannya kala Rafael masih menjabat. 


"Itu bukti pencucian uang seperti itu. Menteri tidak bisa tidak tahu ada uang itu, itu di luar kuasa menteri. Kan orang menyimpan uang ratusan miliar di deposit box, itu kan menteri nggak tahu, nanti yang tahu PPATK," terang Mahfud.


Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil dua pejabat Kementerian Keuangan, yakni Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro dan Kepala Bea Cukai Makassar, Sulawesi Selatan, Andhi Pramono, pada Selasa, 13 Maret.


KPK sebelumnya telah mengklarifikasi terkait harta kekayaan eks pejabat DJP Rafael Alun Trisambodo. Klarifikasi itu akan dilakukan oleh tim LHKPN dari Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK.


Diketahui, pemanggilan klarifikasi Wahono Saputro adalah pengembangan dari keterkaitan istrinya dalam kepemilikan saham perusahan milik Rafael Alun Trisambodo.


Dari penelusuran tim KPK, istri Wahono ternyata ikut menjadi pemegang saham di dua perusahaan milik Rafael di Minahasa Utara. 


Istri Rafael juga tercatat menjadi pemegang saham di dua perusahaan itu.


Sementara dari data LHKPN, Wahono memiliki harta kekayaan senilai Rp14,3 miliar. Data itu disampaikan Wahono ke KPK pada 7 Februari 2022.


Wahono juga mempunyai 10 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di daerah Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, Surakarta, dan Kulon Progo senilai Rp12,6 miliar yang disebut dari hasil sendiri.


Dia juga mempunyai tiga unit mobil berstatus hasil sendiri dengan nilai Rp930 juta. Wahono juga melaporkan harta bergerak lainnya Rp252 juta, surat berharga Rp288 juta, kas dan setara kas Rp1,6 miliar. Wahono juga mempunyai utang senilai Rp1,5 milair.


Sementara itu, untuk Andhi Pramono, bermula dari viral di media sosial penampakan rumah mewah yang disebut sebagai miliknya di kawasan Cibubur, Jakarta Timur. Dari data LHKPN yang ia laporkan ke KPK pada 16 Februari 2022, ia tercatat mempunyai harta kekayaan senilai Rp13,7 miliar.


Andhi mempunyai 15 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Salatiga, Karimun, Batam, Bekasi, Jakarta Pusat, Bogor, Banyuasin dan Cianjur dengan estimasi nilai Rp6,9 miliar. Status aset ini ada yang hibah dengan akta dan hasil sendiri.


Dia melaporkan kepemilikan empat unit motor dan sembilan unit mobil seharga Rp1,8 miliar. Andhi juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp706 juta, surat berharga Rp2,9 miliar serta kas dan setara kas Rp1,2 miliar. [Red/*]


Sumber: Suara.com 

iklaniklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Transaksi Rp300 Triliun, Potensi Awal Dugaan Pencucian Uang

Trending Now

Iklan